Ilmu Nahwu
Laa haula wa laa quwwata illaa billahi.
By Aa Ghoz - 15/08/2015
Sebetulnya, secara Ilmu Nahwu, ada lima cara mengucapkan
kalimat di atas:
1. Laa haula wa laa quwwata illaa
billahi, dengan mem-fathah-kan "haula" dan
"quwwata", dan dengan cara inilah kita biasa membacanya.
2. Laa haula wa laa quwwatan illaa billahi, dengan
mem-fathah-kan "haula" dan
mem-fathatain-kan "quwwatan".
3. Laa haula wa laa quwwatun illaa billahi, dengan
mem-fathah-kan "haula" dan
men-dhommatain-kan "quwwatun".
4. Laa haulun wa laa quwwata illaa billahi, dengan
men-dhommatain-kan "haulun" dan
mem-fathah-kan "quwwata".
5. Laa haulun wa laa quwwatun illaa billahi, dengan
men-dhommatain-kan "haulun" dan
"quwwatun".
Dan biasanya kelima kemungkinan kalimat di atas sering disebutkan
di kitab-kitab Nahwu di
Bab Tikroor Isim Laa An-Naafiyah Lil Jinsi. Tentu saja
harus tau dulu apa itu "Laa An-Naafiyah" dan apa itu
"Lil Jinsi"?
1. "Laa An-Naafiyah"
"Laa An-Naafiyah" artinya adalah "Laa" yang menegatifkan kalimat,
bukan "Laa" yang artinya melarang ("Laa An-Naahiyah"). Dan yang
dinafikan dengan "Laa" ini adalah isim (kata benda gitu deh...),
bukan fi'il, karena "Laa An-Naafiyah" bisa juga masuk ke fi'il,
seperti: "Laa yanaamu Zaidun ba'dal fajri: Zaid tidak tidur
setelah waktu fajar", berbeda dengan "Laa An-Naahiyah" yang -
sepengetahuan saya - hanya masuk ke fi'il, seperti: "Laa tanam
ba'dal akli yaa Zaidu: Jangan tidur abis makan wahai Zaid"
2. "Lil Jinsi" maksudnya adalah jenis isimnya, bukan
kuantitas isimnya. Menafikan kuantitas contohnya "Bukan satu orang
laki-laki yang ada di masjid tuh, tapi dua orang laki-laki: laa
rojulun fil masjidi, bal rojulaani", kalau menafikan jenis, maka
seperti "tidak ada seorang laki-laki pun di dalam masjid: laa
rojula fil masjidi", maka semua jenis laki-laki, tidak ada seorang
pun di dalam masjid.
Oo iya… kalimat di judul status di atas disebut "hauqolah",
seperti halnya "Alhamdulillahi robbil 'aalamiin" disebut
"hamdalah" dan "bismillahir rohmaanir rohiim" disebut
"basmalah.
Nah… dari kelima cara membaca kalimat di judul status di atas,
yang diajarkan Rosulullah Shallallhu ‘alaihi wa sallam adalah yang
pertama. Ini menunjukan bahwa "haula" dan "quwwata" bener2
dinafikan (ditiadakan) dari diri kita, kita bener2 ga punya sama
sekali segala jenis "haula" (daya) dan "quwwata" (upaya) kecuali
dengan idzin dan pertolongan dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala, maka
tidak salah kalau dalam Ash-Shohiihain, kalimat "hauqolah" ini
termasuk "kanzun min kunuuzil jannah" atau "salah satu harta dari
perbendaharaan harta2 Surga".
Dan terjemahan yang sering kita dengar untuk kalimat "hauqolah"
ini adalah "Tiada daya dan upaya kecuali dengan idzin Allah
Subhanahu Wa Ta’ala", dan menurut saya, terjemah tersebut kurang
greget dengan sisi bahasa yang diinginkan oleh kaidah Nahwu di
atas, lebih cocoknya mungkin kalimat di atas diterjemahkan dengan
"Tiada daya dan tiada upaya kecuali dengan idzin Allah Subhanahu
Wa Ta’ala", bahkan kalau dibahas lebih jauh lagi, kalau dikaitkan
dengan Ilmu Ma'aani, maka bisa lebih greget lagi, karena di
kalimat "hauqolah" ini ada "adaatul hashr", yaitu "istitsnaa ba'da
nafyin"...
Seru kan...???
Source:
-
facebook.com/abu.abdilhakiim/posts/10204549046062167