Fikih

Catatan ringan seputar jama' hujan.

By Ustaz Abu Muslim Zarkasyi - 04/11/2020

1. Wajib mengerjakan salat sesuai pada waktunya, berdasarkan ayat, hadits shahih dan ijma'.

2. Menjama' salat tanpa udzur adalah dosa besar.

Umar bin Abdul Aziz berkata, "Janganlah kalian menjama' dua salat kecuali ada udzur."

Abu Musa al-Asy'ari berkata, "Menjama' dua salat tanpa ada udzur termasuk dosa besar."

Kedua atsar ini diriwayatkan oleh Imam Ibnu Abi Syaibah dalam al-Mushannaf.

3. Kebolehan jamak mathor adalah rukhshoh dan bukan termasuk ijma', ia adalah masalah ikhtilaf ijtihadiyah di kalangan ulama fiqh.

Imam Tirmidzi di dalam Sunannya membawakan pendapat Imam Syafi'i, Imam Ahmad dan Imam Ishaq yang membolehkan jamak mathor.

Hukum jamak mathor jika diperinci terbagi menjadi empat pendapat :
a. Lebih baik jamak, menurut sebagian ulama Malikiyah.
b. Boleh-boleh saja, menurut pendapat yang masyhur dalam madzhab Maliki, demikian pendapat Umar Ibnul Khattab, Ibnu Umar, Ibnu Abbas, Urwah dan Aban bin Utsman, Umar bin Abdul Aziz dan Said ibnul Musayyib. Dan mayoritas fuqaha'Madinah berpendapat demikian.
c. Boleh tapi sebaiknya tidak jamak. Demikian menurut madzhab Syafi'i dan dikuatkan oleh Imam Nawawi, madzhab Hambali dan dishahihkan oleh Imam al-Mardawi, Ibnu Muflih dan mayoritas pengikut madzhab Hambali, dan juga menurut sebagian ulama Malikiyah.
d. Tidak boleh jamak kecuali hanya jarak Arafah dan Muzdalifah, menurut madzhab Hanafi.

Kesimpulannya, jamak mathor hanya diakui oleh tiga madzhab dengan perinciannya. Sedangkan madzhab Hanafi tidak membolehkan jamak mathor. Dan pendapat yang ketiga adalah lebih dipilih dibanding pendapat lainnya.

Imam Nawawi berkata, "Tidak jamak adalah Afdhal tanpa ada khilaf, yaitu tetap mengerjakan tiap salat tepat pada waktunya agar keluar dari khilaf. Karena Abu Hanifah dan sebagian tabi'in ada yang tidak membolehkannya. Diantara yang berkata tidak jamak lebih utama adalah Imam Al-Ghazali dan penulis at-Tatimmah." (Raudhah ath-Thalibin, 1/505)

4. Ketentuan hujan yang menyebabkan bolehnya jamak.

Para ulama berbeda pendapat :
a. Hujan deras yang menjadikan masyaqqah (memberatkan) seseorang untuk berangkat ke masjid. Demikian menurut madzhab Maliki.
b. Membasahi baju, menurut madzhab Syafi'i.
c. Membasahi baju dan ada masyaqqah. Demikian menurut madzhab Hambali, dan pendapat ini lebih dipilih oleh Syaikh Bin Baaz dan Syaikh Utsaimin.

Pendapat ini lebih kuat, menggabungkan seluruh pendapat yang membolehkan jamak mathor.

Imam Ibnu Qudamah dalam al-Mugni berkata, "Dan hujan yang membolehkan jamak adalah yang membasahi baju dan menimbulkan masyaqqah apabila keluar. Adapun gerimis ataupun hujan rintik-rintik yang tidak sampai membasahi baju maka tidak diperbolehkan jamak. Demikian juga status salju dan dingin (yang bikin basah)."

Imam Nawawi dalam al-Majmu' berkata, "Tidak boleh jamak kecuali hujan yang membasahi baju. Adapun hujan yang tidak sampai membasahi baju, maka tidak boleh jamak."

Beliau juga berkata, "Jamak karena udzur mathor dan semisalnya seperti salju dibolehkan bagi mereka yang sedang berjamaah di masjid yang didatangi oleh yang jauh dan hujannya adalah yang bikin berat (menyusahkan) saat di jalan."

Syaikh al-Aabiy al-Maliki dalam ats-Tsamru ad-Dani Syarah Risalah Ibnu Zaid al-Qairuwani berkata, "Hujan adalah perkara yang membolehkan jamak Maghrib Isya menurut pendapat yang masyhur. Syaratnya adalah membasahi yaitu deras hujannya, yang menyebabkan banyak orang menutupi kepalanya (pakai payung)."

Syaikh Muhammad Shalih al-Utsaimin berkata, "Kalau disana hujannya sampai membasahi baju karena sangat banyak dan derasnya, maka boleh jamak. Kalau hujannya sedikit tidak membasahi baju, maka tidak boleh jamak. Karena model hujan semacam ini tidak menimbulkan masyaqqah, lain dengan hujan yang sampai membasahi baju. Apalagi di musim dingin, bisa menimbulkan masyaqqah karena basahnya. Masyaqqah lainnya adalah karena dingin, apalagi yang dibarengi oleh berangin, lebih menambah masyaqqah.

Jika ditanya, bagaimana ketentuan basahnya? Jawaban adalah apabila baju yang basah tersebut diperas tangan, akan bercucuran air."

5. Disyaratkan turunnya hujan deras tersebut adalah pada saat mulai masuk salat yang pertama hingga masuk salat yang kedua.

Imam Syafi'i berkata, "Tidak boleh jamak kecuali hujannya stabil di waktu pelaksanaan jamak. Seandainya pada saat salat yang pertama hujan kemudian terputus hujannya maka ia tidak boleh menjamak salat selanjutnya. Dan apabila ketika ia mengerjakan salat yang pertama hujan masih turun hingga masuk pada salat yang kedua dan hujan masih terus lalu berhenti, hendaklah ia terus melanjutkan salatnya. Karena disaat ia sudah masuk ke dalam salat, ia diminta untuk meneruskannya hingga selesai."

Demikian juga dalam madzhab Hambali, kecuali menurut Syaikh Ibnu Dhuyan dalam Manarus Sabil, udzur tersebut harus terus berlanjut hingga berakhir salat yang kedua.

Sedangkan Syaikh Abdurrahman as-Sa'di membolehkan jamak mathor ketika salat yang pertama baru selesai dan salam tiba-tiba turun hujan yang deras.

6. Jika imam merasa yakin betul bahwa itu hujan deras, boleh untuk jamak. Akan tetapi apabila ia ragu, maka tidak boleh jamak.

7. Jika imam jamak tapi makmum tidak mau jamak.

Maka ada dua kondisi :
a. Jika imam mengambil jamak yang sesuai dengan ketentuan ulama, sebaiknya ikut jamak bersama imam, kecuali jika ia ingin salat isya di masjid yang lain.
b. Jika imam termasuk tasahhul dalam masalah jamak mathor, jika seandainya tidak mengundang fitnah dan mafsadat silakan ia tidak ikut imam jamak. Dan jika sikapnya ini pada akhirnya menimbulkan fitnah dan mafsadat, sebaiknya ia ikut imam jamak dengan niat salat Sunnah.

8. Jika terjadi selisih pendapat antara imam ingin jamak dan makmum tidak setelah benar kondisi dan ketentuan menurut ulama, yang diikuti adalah pendapat imam.

9. Jika imam tidak mau jamak, tapi makmum minta jamak, yang diikuti adalah pendapat imam menurut Syaikh Muhammad Shalih al-Utsaimin berdasarkan hadits, "Sesungguhnya imam itu diangkat untuk diikuti."

10. Sahkah jamak orang-orang yang tidak ada masyaqqah seperti tinggal dekat dengan Masjid atau gampang untuk ke masjid.

Ada dua pendapat :
a. Tetap boleh jamak selama rukhshoh ini ada. Demikian menurut madzhab Syafi'i, Hambali dan sebagian Malikiyah
b. Tidak boleh kecuali bagi yang punya masyaqqah. Demikian yang dikuatkan oleh Imam Nawawi menurut qaul qadim madzhab Syafi'i, dan menurut satu pendapat dalam madzhab Hambali.

11. Apakah adzan dan Iqamah untuk setiap salat yang dijamak?

Yang rajih menurut jumhur ulama adalah cukup satu kali adzan untuk dua salat, tapi masing-masing salat tetap diiqamahkan.

12. Jika sudah pada jamak perlukah adzan untuk waktu salat yang kedua?

Menurut jumhur dan satu pendapat dalam madzhab Maliki, tidak perlu adzan lagi untuk waktu salat yang kedua. Dan menurut pendapat yang masyhur dalam madzhab Maliki perlu adzan untuk waktu salat yang kedua agar pemberitahuan kepada mereka yang di rumah-rumah dan bagi yang belum jamak.

13. Sebaiknya bagi yang sudah menjamak mathor untuk tidak tetap di Masjid agar tercapai maksud dari rukhshoh jamak mathor.

Dan apabila tetap di masjid hingga masuk waktu isya, apakah diminta untuk mengulangi salat isya? Apalagi bagi masjid yang mengumandangkan adzan isya?

Menurut madzhab Maliki orang tersebut hendaknya mengulang kembali salat isya. Apalagi di masjid tersebut didapatkan orang-orang yang mengerjakan salat Isya.

Wallaahu a'lam bis showab...

Source:
- facebook.com/permalink.php?story_fbid=188463902766065&id=100048073684196

<- Home