Fikih

Sekelumit bahasan tentang hukum makruh.

By Ustaz Fajri Nur Setyawan - 07/02/2021

Definisi makruh secara istilah yang dikutip Imam Ibnu Qudamah dalam kitabnya 'Raudhatun Nazhir' adalah:

ما تركه خير من فعله

"Tidak melakukannya lebih baik dari pada melakukannya."

Syaikh 'Ali Jum'ah di dalam kitabnya "Al-Hukmu Asy-Syar'i 'Indal Ushulliyin", mengutip pernyataan Imam Al-Baidhawi, bahwa makruh adalah:

ما يمدح تاركه و لا يذم فاعله

"Orang yang tidak melakukannya dianggap terpuji secara syariat dan yang melakukannya tidak tercela secara syariat."

Syaikh 'Ali Jum'ah menjelaskan bahwa kalimat terakhir dari definisi makruh ini membedakan antara makruh dan haram.

Karena 'haram' adalah yang jika dilakukan maka pelakunya tercela secara syari'at. Sedangkan 'makruh' tidak tercela secara syari'at.

Makruh yang Berubah Menjadi Boleh karena Kondisi Tertentu

Ada kaidah berkaitan dengan makruh; bahwa ketika ada kondisi yang bersifat 'hajah' maka sesuatu yang asalnya makruh berubah menjadi 'boleh'.

Sebagai contoh:

Ulama mengatakan 'makruh' hukumnya; begadang setelah shalat Isya'. Namun ketika ada kondisi yang sifatnya 'hajah' maka tidak makruh lagi;

Misalnya dia begadang karena belajar. Atau karena mengobrol dengan istri dan keluarganya.

Imam Shan'ani di dalam kitab 'Subulus Salam', menyatakan ada riwayat;

Nabi pernah begadang bersama Abu Bakar; membahas urusan kaum Muslimin.

Menutup Mulut Ketika Shalat

Termasuk hal yang dinyatakan sebagai makruh dalam kitab-kitab Fiqih adalah 'menutup mulut saat shalat'.

Namun para ulama terutama saat ini menyatakan bahwa tidak makruh memakai masker saat shalat berjama'ah di masjid demi menghindari penularan virus.

Masih banyak pembahasan terkait makruh. Yang terpenting adalah makruh tidak bisa disamakan dengan haram.

Dan penerjemahan hukum "makruh" dengan kalimat "sesuatu yang dibenci", sifatnya hanyalah "pendekatan", sama sekali tidak bisa mewakili definisi makruh secara utuh menurut istilah ilmu Ushul Fiqih.

Tambahan,

Syaikh Alfaqih Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata;

وحكمه عند الفقهاء: أنه يثاب تاركه امتثالا، ولا يعاقب فاعله، ويجوز .عند الحاجة وإن لم يضطر إليه

(2/190) "انتهى من "الشرح الممتع

"Dan hukumnya Makruh di sisi para Ahli Fiqh adalah; "Diberikan pahala kepada orang yang meninggalkannya dengan motivasi menjalankan perintah dan namun pelakunya tidak diberikan hukuman, dan boleh dikerjakan ketika ada kebutuhan walau pun tidak mendesak kepadanya." (Asyyarhul Mumti' 2/190)

Contoh; Duduk di tengah area yang sebagiannya tersorot sinar matahari, dan sebagiannya lagi dinaungi bayangan.

Ini penting diketahui agar tidak semua urusan disikapi dengan satu sikap saja, yakni pengingkaran keras seperti mengingkari perkara yang haram mutlak.

Ada kondisi tidak tepat jika menyebut makruh sebagai "perkara yang dibenci", yakni jika ada perbedaan dalam makna lughawi dan makna ishthilahi dari sebuah istilah fiqih, yang kita gunakan adalah makna isthilahi-nya.

Wallahu a'lam

Source:
- facebook.com/goresanpena.islami/posts/2903420986558623
- facebook.com/musamulyadi/posts/3597129093688035
- facebook.com/muhammad.abduh.negara/posts/249645653388741

<- Home