Hadis

Hukum Ahlul Fatrah dan orang yang terkena ketentuan hukum seperti mereka. Apakah kejahilan mereka diterima sebagai uzur?

By Ustaz Ferry Irawan - 25/08/2020

Di dalam "At-Tamhid" (XVIII/130), Ibnu Abdil Barr melihat bahwa hadits-hadits tentang ujian terhadap Ahlul Fatrah pada hari kiamat adalah tidak kuat dan tidak dapat dijadikan sebagai hujah, sebagaimana hal Darul Akhirah adalah tempat diberlakukannya balasan (pahala dan siksa); bukan tempat ujian.

Namun, Syekh Muhammad Al-Amin Asy-Syinqithi menyampaikan penjelasan untuk menguatkan pendapat tentang adanya pemberian maaf karena alasan fatrah dan ujian pada hari kiamat dengan cara "menyeberangi jembatan" neraka. Beliau menyebutkan hadits Aswad bin Sari' (?).

أربعة يحتجون يوم القيامة : رجت أصم لا يسمع شيئًا ، ورجل أحمق ، ورجل هرم ، ورجل مات في الفترة.

Ada empat golongan yang akan berhujah pada hari kiamat, yaitu orang tuli yang tidak mendengar apa-apa, orang dungu, orang pikun, dan orang yang mati pada masa fatrah.

Orang tuli berkata, "Ya Rabb-ku, Islam telah datang, tetapi aku tidak mendengar sesuatu."

Orang dungu berkata, "Ya Rabb-ku, Islam telah datang, tetapi anak-anak melempariku (atau memukuliku) dari samping dengan kotoran hewan."

Orang pikun berkata, "Ya Rabb-ku, Islam telah datang, tetapi aku tidak tahu apa-apa."

Orang yang meninggal pada masa fatrah berkata, "Ya Rabb-ku, tidak ada rasul-Mu yang mendatangiku."

Kemudian mereka bersumpah untuk menaati-Nya hingga diperintahkan kepada mereka agar masuk ke dalam Nar. Demi Dia yang jiwa Muhammad di Tangan-Nya, seandainya mereka masuk ke dalamnya, niscaya mereka akan merasakan dingin dan damai. (H.R. Ahmad nomor 274)

Al-Haitsami berkomentar, "Para rawi dalam riwayat Ahmad dari jalur Aswad bin Sari' (?) dan Abu Hurairah adalah rawi-rawi yang sahih." Matannya juga memiliki syahid dari hadits Abu Said Al-Khudri dan Anas, sebagaimana yang terdapat di dalam "Al-Majma'" (VII/218).

Hadits tersebut adalah hadits yang sahih dan sebagai dalil dalam masalah ujian bagi Ahlul Fatrah. Orang yang dapat melintasi jembatan neraka, dia akan masuk surga, dan dia adalah orang yang mempercayai para rasul ketika mereka mendatanginya di dunia.

Adapun orang yang terhalang akan masuk neraka dan dia adalah orang yang mendustakan para rasul ketika mereka mendatanginya di dunia. Allah Maha Mengetahui apa yang mereka lakukan ketika para rasul-Nya diutus kepada mereka.

Asy-Syinqithi berkomentar, "Dengan cara penggabungan inilah dalil-dalil tersebut dapat berpadu dan selaras sehingga Ahlul Fatrah dapat dimaafkan. Sebagian kelompok dari mereka akan menjadi penghuni neraka setelah melewati ujian dan sebagian yang lain akan menjadi penghuni surga setelah ujian yang sama."

"Masing-masing dari dua pendapat (baik yang meyakini ada maupun tidak ada ujian di akhirat) mengindikasikan bahwa sebagian mereka mengetahui bahwa kepada Allah mereka kembali dan Nabi-Nya, Rasulullah ﷺ, telah memberitahukan hal tersebut sehingga gugurlah pertentangan itu." (Adhwa' Al-Bayan, X/185)

Oleh sebab itu, dapat dikatakan bahwa menegakkan hujah bagi orang yang menentang sebagian penjelasan tentang Din adalah penting. Caranya, orang-orang yang mengetahui "khithab" Syariat agar menyampaikannya kepada para mukalaf. Jika tidak dilakukan maka asalnya adalah tidak ada balasan sebelum sampainya Hujah yang merupakan syariat Allah yang telah duturunkan di dalam Kitab-Nya dan dijelaskan oleh sunnah Nabi-Nya ﷺ.

Namun, harus dipahami pula ketepatan dalam pemenuhan kriteria penegakan hujah Allah bagi manusia, baik secara global maupun terperinci. Juga, tentang pengetahuan yang diperhitungkan. Apakah ibrahnya cukup diperoleh melalui penyampaian "khithab" saja atau harus pula dipahami oleh mukalaf (sampai kadar minimal tertentu)? Mungkin kita akan membahas penjelasan paragraf terakhir ini lain waktu.

Diringkas dari kitab "Al-Jahl bi Masa'il Al-I'tiqad" karya Syekh Abdurrazzaq Thahir Ma'asy

Source:
- facebook.com/ferry2k/posts/10222110212201039

<- Home